Wednesday, November 10, 2010

Kesehatan dan keselamatan kerja (Occupational Health and Safety)

Kesehatan dan keselamatan kerja secara keilmuan merupakan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No 09/PER/M/2008, K3 merupakan pemberian perlindungan kepada setiap orang yang berada di tempat kerja, yang berhubungan dengan pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja konstruksi, proses produksi dan lingkungan sekitar tempat kerja.


Perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. Performa keselamatan dan kesehatan kerja yang buruk dari suatu perusahaan dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan itu sendiri. Hal ini berhubungan dengan hilangnya hari kerja yang menimbulkan kompensasi secara ekonomi karena turunnya produktivitas perusahaan dan dikeluarkannya biaya total kecelakaan, termasuk didalamnya biaya perawatan, pengobatan, biaya pelatihan bagi tenaga kerja pengganti, dan sebagainya. Rendahnya kepedulian keselamatan dan kesehatan kerja juga dapat memperburuk citra perusahaan dikalangan masyarakat dan pasaran hasil produksi. Oleh karena itu, upaya pemeliharaan dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja memegang peranan penting berkaitan dengan kepentingan produksi dan produktivitas perusahaan.
Perkembangan K3 dimulai sejak adanya revolusi industri yang ditandai dengan penggunaan mesin-mesin produksi dan bahan-bahan berbahaya yang membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja dalam lingkungan kerja. Hal ini dapat menyebabkan kecelakaan kerja yang berakibat cacat fisik dan kematian bagi pekerja, juga kerugian material yang besar bagi perusahaan. Perkembangan tersebut mendorong pemerintah Indonesia mengeluarkan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3 (UU No. 1 tahun 1970) dan peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Kepedulian perusahaan untuk menerapkan program K3 melalui SMK3 mulai berkembang seiring dengan kebutuhan konsumen dan isu persaingan global yang tidak hanya sebatas kualitas barang dan jasa tetapi juga kepedulian yang tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja, masyarakat dan lingkungan. Selain itu banyak perusahaan yang peduli terhadap K3 telah menerapkan sertifikasi OSHAS 18000 sebagai sistem standar K3.
Adapun tiga aspek utama hukum K3 (Konradus, 2003) yaitu keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja. Aspek pertama keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja dan lingkungan kerja yang tidak aman. Aspek kedua adalah kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya. Aspek ketiga adalah kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan seperti masalah pengaturan jam kerja, shift, tipe pekerja, pengaturan jam lembur, pelatihan dan lain-lain. Sehingga dengan menerapkan tiga aspek hukum K3, perusahaan dapat mencegah, mengurangi, bahkan menghilangkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penurunan angka kecelakaan kerja akan berpengaruh langsung, tidak saja terhadap produktivitas perusahaan tetapi juga produktivitas ekonomi bangsa berupa peningkatan kesejahteraan. Adapun realitas penerapan K3 di konstruksi Indonesia selama ini adalah (Zaini, 2009) :
1.  Banyak terjadi kecelakaan kerja bidang jasa konstruksi
2.  Kurangnya kesadaran pemangku kepentingan jasa konstruksi akan pentingnya penerapan K3
3.  Belum semua kontraktor menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), beberapa hanya perusahaan konstruksi berskala besar yang mau menerapkannya karena lemahnya komitmen, penegakan peraturan hukum dan sanksi K3
4.  Penerapan SMK3 belum dijadikan sebagai bagian dari budaya perusahaan
5.  Pemenuhan penerapan K3 sebatas untuk memenuhi persyaratan tender yang bukan merupakan kebutuhan
6.  Belum secara tegas persyaratan K3 masuk dalam dokumen tender termasuk mengenai penetapan alokasi biaya K3
7.  Masih kurangnya tenaga ahli K3 konstruksi yang seharusnya ada di setiap kegiatan konstruksi.
Reference :
Konradus, Danggur. (2003). Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sinar Harapan. Edisi 27 Agustus 2007. 
Zaini, Anas. (2009). Membangun Budaya K3 Konstruksi : Antara Idealisme dan Kenyataan. Diskusi Publik Dalam Rangka Tahun K3 Konstruksi 12 Februari 2009. Jakarta : Asosiasi Ahli K3 Indonesia (A2K4-I)
      Download 

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...