Wednesday, November 10, 2010

Program keselamatan dan kesehatan kerja / OHS Program

Program keselamatan dan kesehatan kerja merupakan usaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan akibat kerja. Kecelakaan kerja dapat menimbulkan kerugian baik bagi tenaga kerja, pengusaha, pemerintah dan masyarakat, oleh sebab itu diperlukan langkah atau sistem manajemen K3 diantaranya melalui identifikasi bahaya dan rekomendasi tindakan pengendalian efektif sehingga dapat mencegah, mengurangi terjadinya kecelakaan kerja secara maksimal.
Penerapan program K3 tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Pencegahan kecelakaan pada umumnya dilakukan dengan mengurangi unsafe conditions secara rekayasa dan unsafe acts dengan dasar motivasi untuk memenuhi kewajiban mengikuti peraturan atau perundangan yang berlaku. Kegiatan pencegahan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Soemirat, 1997) :
1.  Retrospektif yaitu kegiatan pencegahan setelah terjadi kecelakaan. Kegiatan ini berupa investigasi, analisis, evaluasi dan pengendalian kecelakaan berdasarkan pengalaman dan biasanya hanya diterapkan pada kecelakaan yang parah. Hal ini bukan kebijakan yang baik dikarenakan :
·         Kecelakaan tidak selalu berakhir dengan jejas
·         Kecelakaan parah hanya terjadi satu kali dari 600 jejas
·         Frequency dan severity sama pentingnya dalam evaluasi safety.
2.  Prospektif yaitu kegiatan pencegahan sebelum kecelakaan terjadi seperti melakukan inspeksi bahaya secara rutin, analisis, pengendalian, diklat dan supervisi. Kegiatan pencegahan ini cukup efektif menurunkan angka kecelakaan, tetapi masih banyak sektor industri yang mempunyai angka kecelakaan cukup tinggi terutama sektor pertambangan dan konstruksi.
Tindakan kontrol atau pengendalian kecelakaan bertujuan untuk mencegah, mengeliminasi atau mengurangi faktor bahaya yang ada di lingkungan kerja sehingga dapat memperkecil kemungkinan dan angka kecelakaan kerja. Jenis tindakan pengendalian yang dipilih oleh manajemen perusahaan hendaknya memperhatikan hal-hal di bawah ini :
1.  Tindakan pengendalian cukup mengontrol paparan yang dapat mengakibatkan risko
2.  Tidak menciptakan bahaya lain
3. Membuat pekerja melakukan pekerjaannya tanpa perasaan stress atau tidak nyaman.
Dalam manajemen bahaya (hazard management) dikenal lima prinsip pengendalian bahaya yang bisa digunakan secara bertingkat atau bersama-sama untuk mengurangi atau menghilangkan tingkat bahaya, yaitu (Ridley, 2008) :
1.  Eliminasi yaitu menghilangkan suatu bahan atau tahapan proses berbahaya
2.  Substitution (engineering control) yaitu penggantian bahan, alat, proses yang dianggap berbahaya dengan bahan, alat, proses yang mempunyai fungsi dan prinsip kerja yang sama, namun faktor bahayanya lebih kecil
3.  Rekayasa engineering seperti pemasangan alat pelindung atau isolasi bahaya mesin (mechine guarding) pemasangan general dan local ventilation, pemasangan alat sensor otomatis
4.  Pengendalian administratif terdiri dari sosialisasi pelatihan, pembuatan SOP (Standar Operasional Prosedur), sasaran, program manajemen, pemantauan, pengukuran, penggantian shift kerja dan lain-lain
5.  Pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) dan infrastruktur K3 seperti helmet, safety Shoes, ear plug/muff, safety goggles, railing dan lain-lain.
Penentuan jenis tindakan pengendalian disesuaikan dengan tipe bahaya pekerjaan dan pertimbangan atau estimasi biaya pengendalian yang dapat diterima oleh manajer (Fine, 1971). Pada umumnya, ada tiga tahap penting dimana prinsip atau tindakan pengendalian di atas sebaiknya diimplementasikan, yaitu :
a.    Pada saat pekerjaan dan fasilitas kerja sedang dirancang
b.   Pada saat prosedur operasional sedang dibuat
c.    Pada saat perlengkapan atau peralatan kerja dibeli.
Menurut  hirarki upaya  pengendalian,  alat  pelindung  diri merupakan hirarki terakhir dalam melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dari potensi kemungkinan bahaya. Alat pelindung diri dipilih setelah pengendalian teknik dan administratif tidak mungkin lagi diterapkan. Jenis alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai dengan potensi bahaya yang dihadapi serta sesuai dengan bagian tubuh yang perlu dilindungi. Sebagaimana  tercantum  dalam  undang-undang No 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pasal 12 mengatur mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja untuk memakai  alat  pelindung  diri.  Selain itu pasal 14  menyebutkan  bahwa  pengusaha  wajib menyediakan secara cuma-cuma sesuai alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk yang diperlukan. 

Ref,
Fine, William T. (1971). Mathematical Evaluation for Controlling Hazards. Central Queensland University. Australia. December/Volume 3/Number4
Ridley, John. (2008). Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Ikhtisar, Edisi ketiga. Jakarta : Erlangga
Soemirat, Juli. (2007). Diktat Kuliah Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Bandung: Lab. Higiene Industri dan Toksikologi. Departemen Teknik Lingkungan ITB

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...